Beranda | Artikel
Saatnya Mengeluarkan Zakat Dari Penghasilan
Sabtu, 1 Agustus 2009

DAFTAR ISI:

PENDAHULUAN

KEUNTUNGAN MEMBAYAR ZAKAT

  1. Keuntungan pertama: Mensucikan jiwa anda dari noda-noda dosa.
  2. Keuntungan kedua: Membebaskan jiwa anda dari perbudakan kepada harta benda.
  3. Keuntungan ketiga: Melipatgandakan Harta Kekayaan.
  4. Keuntungan keempat: Menjadi benteng dari bencana.
  5. Keuntungan kelima: Penghargaan yang hakiki atas jerih payah Anda.
  6. Keuntungan keenam: Memenuhi syarat halal menikmati harta kekayaan yang melimpah.
  7. Keuntungan Ketujuh: Menebus naungan di Alam Mahsyar.
  8. Keuntungan kedelapan: Zakat adalah benteng diri Anda dari api & siksa neraka.
  9. Keuntungan kesembilan: Zakat adalah gerigi kunci pintu surga.

PENUTUP

  1. Poin pertama: Ketahuilah bahwa kaum fakir miskin telah berjasa kepada anda karena telah bersedia menerima zakat anda.
  2. Poin kedua: Nishab zakat harta kekayaan.
  3. Poin ketiga: Nishab uang disatukan dengan nishab emas atau perak.
  4. Poin keempat: Ketahuilah siapa saja yang berhak menerima zakat Anda.

Perhatian:
Silakan klik poin Daftar Isi di atas untuk langsung menuju topik pembahasan yang diinginkan.

***

Pendahuluan

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Anda telah mengetahui bahwa agama yang anda cintai ini dibangun di atas lima pondasi utama. Kelima pondasi utama itu adalah rukun-rukun keislaman anda, bagaikan rukun-rukun (tiang-tiang) suatu bangunan. Mungkinkah akan tegak suatu bangunan bila salah satu tiangnya runtuh atau sengaja dirobohkan? Anda dapat membayangkan, andai suatu hari salah satu rumah anda runtuh, beranikah anda tetap menghuni bangunan rumah anda.

Kira-kira demikianlah gambaran syari’at zakat bagi agama anda:

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ إِيمَانٍ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَالصَّلاَةِ الْخَمْسِ ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ ، وَأَدَاءِ الزَّكَاةِ ، وَحَجِّ الْبَيْتِ. متفق عليه

“Sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Agama Islam dibangun di atas lima hal, Iman kepada Allah dan Rasul-Nya, shalat lima waktu, puasa ramadhan, menunaikan zakat, dan berhaji ke Baitullah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saya yakin, hukum wajibnya zakat telah anda ketahui semua, sehingga tidak sepantasnya kesempatan ini kita habiskan untuk membahasnya.

Ibnu Hajar Al Asqalaani berkata: Zakat adalah suatu kepastian dalam syari’at Islam, sehingga tidak perlu lagi kita bersusah payah menegakkan dalil-dalil untuk membuktikannya. Para ulama’ hanya berselisih dalam hal perinciannya, adapun hukum asalnya telah disepakati yaitu wajib, sehingga barang siapa yang mengingkarinya ia menjadi kafir.” (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 3/262)

Perlu diketahui bahwa istilah zakat dan sedekah dalam syari’at Islam memiliki makna yang sama. Keduanya terbagi menjadi dua:

  1. Wajib
  2. Sunnah

Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa zakat adalah yang wajib, sedangkan sedekah adalah yang sunnah, maka itu adalah anggapan yang tidak berdasarkan kepada dalil yang benar nan kuat.

Apa Untungnya Bila Anda Membayar Zakat?

Mungkin di benak anda pernah terbetik bisikan: Mengapa Islam mewajibkan zakat dan menganjurkan untuk banyak-banyak berzakat? Apakah syari’at ini tidak menyebabkan sebagian dari umatnya menjadi pemalas?

Ketahuilah saudaraku! Tidak sekali-kalipun Islam menginginkan agar ada seorangpun dari umatnya yang pemalas, dan menggantungkan hidupnya hanya dari uluran tangan orang lain.

Islam mensyari’atkan agar anda membayar zakat dikarenakan Islam menginginkan agar anda semakin banyak merasakan kegunaan harta kekayaan anda. Berikut beberapa keuntungan yang anda peroleh dengan membayar zakat:

Keuntungan pertama: Mensucikan jiwa anda dari noda-noda dosa.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. At Taubah: 103)

Para ulama’ ahli tafsir, diantaranya Ibnu Jarir At Thabary menjelaskan bahwa dengan menunaikan zakat, anda berarti telah membersihkan diri anda dari noda-noda kemaksiatan. (Tafsir Ibnu Jarir 14/454)

Masing-masing dari kita pasti sepenuhnya menyadari bahwa dirinya sering melakukan kemaksiatan dan perbuatan dosa. Karenanya inilah peluang bagi anda untuk menggapai kembali kesucian jiwa anda. Akankan peluang ini anda lewatkan begitu saja?

Keuntungan kedua: Membebaskan jiwa anda dari perbudakan kepada harta benda.

Ibnu Jarir At Thabari  tatkala menafsirkan di atas juga menegaskan bahwa dengan membayar zakat, berarti anda telah terbebas dari berbagai perangai hina dina sebagaimana yang ada pada diri orang-orang munafiq, serta mengantarkannya mencapai derajat orang-orang yang ikhlas. (Tafsir At Thabari 14/454)

Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin lebih luas menjelaskan maksud dari pensucian pada ayat di atas, dengan berkata: “Zakat itu mensucikan akhlaq, akidah (keyakinan), dan juga mensucikan orang yang membayarnya dari berbagai perangai hina. Yang demikian itu dikarenakan zakat membebaskannya dari belenggu kekikiran dan memasukkannya ke dalam lapangnya kedermawanan. Sebagaimana zakat juga mensucikannya dari berbagai noda amal kemaksiatannya.”

Alangkah indahnya apa yang dijabarkan oleh syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin di atas. Setiap manusia pasti mencintai harta kekayaan. Harta kekayaan di mata kita begitu indah dan begitu menggoda:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali Imran: 14)

Bukan sekedar mencintai, bahkan kecintaan kita terhadap harta benda semakin bertambah besar bersama bertambahnya umur kita.

يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ حُبُّ الْمَالِ ، وَطُولُ الْعُمُرِ. رواه البخاري

“Semakin bertambah hari, setiap anak keturunan Adam semakin bertambah besar, dan semakin bertambah besar pula kecintaannya terhadap harta kekayaan dan umur yang panjang.” (Riwayat Bukhari)

Karenanya, bila kecintaan ini tidak dibarengi dengan perilaku yang baik, niscaya akan menyengsarakan, dan menjerumuskan anda ke dalam lumpur kehinaan. Dahulu sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu menyatakan:

اللَّهُمَّ إِنَّا لَا نَسْتَطِيع إِلَّا أَنْ نَفْرَح بِمَا زَيَّنْته لَنَا ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلك أَنْ أُنْفِقهُ فِي حَقّه

“Ya Allah, sesungguhnya kami tidak kuasa berbuat apa-apa selain turut bersenang hati dengan sesuatu yang telah Engkau jadikah indah di pandangan kami (yaitu harta benda). Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu agar aku kuasa untuk membelanjakannya di jalan-jalan yang benar.” (Riwayat Bukhari)

Tidak heran bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari memperingatkan umatnya agar tidak hanyut dalam kecintaan terhadap harta benda. Karena bila anda telah hanyut oleh kecintaan terhadap harta, niscaya andapun akan menerjang segala batasan guna mengumpulkannya dan setelah berhasil memperolehnya, andapun kikir untuk menginfakkannya di jalan Allah.

اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ. رواه مسلم

“Waspadalah kalian dari perbuatan zhalim, karena sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan waspadalah dari sifat kikir, karena kikir telah mendatangkan kebinasaan atas orang-orang sebelum kalian. Sifat kikir telah menyebabkan mereka saling menumpahkan darah dan merenggut kehormatan sesama mereka.” (Riwayat Muslim)

Al Munaawi menyatakan: “Sifat kikir itu dapat menyebabkan petaka besar sedemikian rupa, dikarenakan dengan menginfakkan harta dan uluran tangan akan terwujud rasa kasih sayang dan terjalin hubungan yang harmonis. Sedangkan dengan sifat kikir, hubungan menjadi renggang dan kekerabatanpun menjadi terputus, dan bila itu telah terjadi, maka pertengkaran dan pengkhianatanpun dengan menumpahkan darah dan merenggut kehormatan sesamapun tidak dapat dielakkan . Dan dari susunan hadits di atas dapat dipahami bahwa peringatan dari perbuatan zhalim hanyalah sebagai pendahuluan bagi peringatan dari sifat kikir. Hal ini bertujuan untuk menguatkan kesan betapa buruknya sifat kikir yang menyebabkan pemiliknya terjerumus ke dalam perbuatan keji yang paling buruk. Sifat kikir dapat mendorong pemiliknya untuk membunuh orang lain, padahal pembunuhan adalah perbuatan tercela yang paling buruk dan hina.” (Faidhul Qadir 1/175)

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ {15} فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ {16} إِن تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. ika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (Qs. At Taghabun: 15-17)

Suatu hari, harta raja Kisra (raja Persia) yang berhasil dirampas oleh pasukan umat islam, dihadirkan di hadapan Khalifah Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu. Maka beliaupun segera memerintahkan agar hata-benda itu dikeluarkan dari kantung-kantungnya. Setelah harta rampasan itu dikeluarkan dari kantung-kantungnya, segera ditutupi dengan beberapa helai kain penutup, dan beliaupun memanggil masyarakat agar datang. Setelah mereka berkumpul, beliau memerintahkan agar penutup harta rampasan itu dibuka. Harta rampasan itu berupa perhiasan, intan permata dan harta benda lainnya yang berjumlah sangat banyak. Menyaksikan harta benda yang begitu banyak, sahabat Umar menangis, dan tak hentinya mengucapkan puji-pujian kepada Allah. Melihat sahabat umar menangis, orang-orang yang telah berkumpulpun bertanya kepadanya: “Apa yang menjadikanmu menangis, wahai Amirul Mukminin, padahal harta kekayaan sebanyak ini telah Allah ambil dari para pemiliknya dan memberikannya kepada kita?” Mendengar pertanyaan demikian itu, beliau menjawab: “Tidaklah ada harta kekayaan semacam ini yang diberikan kepada suatu kaum, melainkan menjadikan mereka saling menumpahkan darah dan merenggut kehormatan sesama mereka.” (Riwayat Ad Daraquthni)

Saudaraku! untuk menghindari sialnya harta kekayaan, apa yang seyogyanya anda lakukan? Meninggalkan seluruh harta benda tidak mungkin anda lakukan, karena harta kekayaan adalah denyut nadi kehidupan anda. Satu-satunya jalan untuk melindungi diri anda dari sialnya harta kekayaan ialah dengan membelanjakannya di jalan Allah, dengan membayar zakat, berinfak, dan membelanjakannya di jalan Allah.

Dengan demikian, zakat merupakan batu ujian bari keimanan anda, oleh karena itu jalanilah ujian ini dengan baik dan benar.

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Qs. Ali Imran: 92)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata: Ayat ini merupakan anjuran Allah kepada hamba-hamba-Nya agar membelanjakan harta kekayaannya di jalan-jalan kebaikan. Allah menegaskan bahwa anda tidak akan berhasil mencapai derajat kebajikan yang dapat mengantarkanmu masuk surga, hingga anda rela menginfakkan harta anda yang berharga dan yang anda sayangi.Karena sesungguhnya bila anda lebih mandahulukan kecintaan kepada Allah dibanding kecintaan kepada harta benda dengan menginfakkannya di jalan yang Ia ridhai, maka itu adalah bukti nyata akan keimanan, keyakinan dan kebaikan jiwa anda… Dapat disimpulkan, bahwa sebesar harta yang diinfakkan oleh seorang hamba, maka sebesar itu pulalah kebajikannya. Sebaliknya, kadar kebajikannya berkurang sebesar harta yang tidak ia infakkan.” (Tafsir As Sa’di 138)

Tidak heran bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjuluki sedekah dengan sebutan “pembukti”:

الصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ. رواه مسلم

“Sedekah itu adalah pembukti.” (Riwayat Muslim)

Al Quzwaini berkata: “Sedekah itu adalah “pembukti” atas keyakinan orang yang membayarnya terhadap kehidupan akhirat beserta segala balasan yang terjadi padanya. Karena jiwa manusia normal pasti mencintai harta kekayaan, dengan demikian tidaklah ada yang kuasa menginfakkannya selain orang-orang yang beriman terhadap balasan atas  apa yang telah ia sedekahkan. Hanya jiwa yang beriman terhadap balasan sedekah berupa ganti yang lebih baik, dan keselamatan dari berbagai aral yang melintangi perjalanan hidupnyalah yang kuasa bersedekah dengan tulus.” (Faidhul Qadir oleh Al Munawi 4/290)

Keuntungan ketiga: Melipatgandakan harta kekayaan.

Syeikh Muhammad Amin As Syinqithy mengutarakan bahwa diantara makna

وَتُزَكِّيهِم

adalah: menumbuh suburkan harta benda yang dizakati, karena di antara makna zakat ialah pertumbuhan. (Adhwa’ul Bayan 9/203)

Apa yang ditegaskan oleh Syeikh Muhammad Amin As Syinqithy di atas selaras dengan firman Allah Ta’ala:

يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. Al Baqarah: 276)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم

“Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’/merendahkan diri karena  Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.” (Muslim)

Para ulama’ menjelaskan maksud hadits ini dengan menyebutkan dua penafsiran:

1. Maksudnya Allah akan memberkahi hartanya, dan menjaganya dari kerusakan, sehingga kekurangan yang terjadi dapat tertutupi dengan turunnya keberkahan. Hal ini dapat dirasakan langsung dan juga dapat dilihat contohnya di masyarakat.

Penafsiran kedua ini selarang dengan hadits berikut:

لَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا. رواه ابن ماجة والحاكم والبيهقي وحسنه الألباني

“Tidaklah mereka enggan untuk membayar zakat harta mereka, melainkan mereka akan dihalangi dari mendapatkan air hujan dari langit, andailah bukan karena binatang ternak, niscaya mereka tidak akan dihujani.” (Riwayat Ibnu Majah, Al Hakim, Al Baihaqi dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)

Ditegaskan pada sebagian atsar:

ما تلف مال في بحر ولا بر إلا بمنع الزكاة فحرزوا  أموالكم بالزكاة.

“Tidaklah ada suatu harta kekayan yang hancur di lautan atau di daratan, melainkan karena pemiliknya tidak membayar zakat. Karenanya, jagalah harta bendamu dengan membayar zakat.” (At Thabrani meriwayatkannya sebagai hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi Al Haitsami dan juga Al Albani menganggap lemah sanadnya)

2. Walaupun secara hitungan harta berkurang, akan tetapi pahala yang berlipat ganda dapat menutupi kekurangan tersebut, bahkan melebihinya. Syarah Muslim oleh An Nawawi 8/399, dan Faidhul Qadir 5/642.

Makna kedua ini selaras dengan hadits berikut:

يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ . رواه مسلم

“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: ‘Hartaku, hartaku!’ Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)” (Riwayat Muslim)

Walau demikian, kedua penafsiran di atas sama-sama benar adanya, dan tidak saling bertentengan, bahkan saling melengkapi.

Pada ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ  {267}الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاء وَاللّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 267-268)

Ibnu Jarir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berliau berkata: “Wahai umat manusia, sesungguhnya bila engkau hendak bersedekah dan menunaikan zakat harta kekayaanmu, setan menakut-nakutimu dengan kemiskinan. Pada waktu yang sama setan menyerumu untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla dan menjauhi ketaatan kepada-Nya. Sedangkan Allah Azza wa Jalla berkat sedekahmu, menjanjikanmu -wahai orang-orang yang beriman- ampunan dari dosa  sehingga engkau tidak disiksa karenanya. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla juga berjanji akan memberikan pengganti atas setiap sedekah yang engkau bayarkan. Dengan demikian engkau memiliki kemurahan dan rizki dari Allah yang melimpah ruah.” (Tafsir At Thabari 5/571)

Keuntungan keempat: Menjadi benteng dari bencana.

Saudaraku! bila saya minta anda untuk membuat daftar petaka dan musibah yang merenggut nyawa orang lain, dan yang pernah anda saksikan atau ketahui, saya yakin anda menjadi kerepotan karenanya. Begitu banyak dan beraneka ragam bentuknya.

Pernahkah anda berpikir bagaimanakah caranya agar saya terhindar dari berbagai musibah dan petaka tersebut?

Sudikah anda saya kabari tentang satu amalan yang bila anda lakukan, dengan izin Allah anda akan terhindar dari berbagai musibah dan petaka yang menimpa orang lain hingga menjadikan mereka binasa? Simaklah jawabannya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِىُء غَضَبَ الرَّبِّ وَإِنَّ صَنَائِعَ المَعْرُوفِ تَقِي مَصَارِعَ السُّوءِ. رواه الطبراني والبيهقي وغيرهما وبمجموع طرقه صححه الألباني.

“Sesungguhnya sedekah yang dirahasiakan itu memadamkan kemurkaan Tuhan, dan perbuatan baik dapat melindungi pelakunya dari tertimpa bencana.” (Riwayat At Thabrani, Al Baihaqi dan berdasarkan jalur sanadnya yang berjumlah banyak, hadits ini dinyatakan sebagai hadits yang shahih oleh Al Albani)

Ibrahim An Nakha’i menegaskan: “Ulama’-ulama’ dahulu menyatakan bahwa sedekah dapat menjadi pembela bagi orang yang dizhalimi, memadamkan kemurkaan, menjaga harta kekayaan, mendatangkan rizki, menjadikan hati bahagia, membangkitkan kepercayaan dan prasangka baik kepada Allah.”  (Riwayat Al Baihaqi)

Saudaraku! Ajal pasti menjemput anda, akan tetapi siapa dari kita yang siap bila ajal menjemputnya dengan cara yang mengenaskan? Bila anda tidak mau ajal anda menjemput dengan disertai oleh bencana yang mengenaskan hati ahli waris anda, maka perbanyaklah berbuat baik, menolong orang lain dan lipat gandakanlah sedekah.

Saudaraku! anda pasti sering mendengar, membaca dan bahkan mungkin mengajarkan kisah percakapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan istri beliau Khadijah sepulangnya dari gua Hira’. Beliau pulang dalam keadaan gemetaran karena takut. Beliau masuk ke rumahnya, menemui istrinya tercinta Khadijah bintu Khuwailid radhiallahu ‘anha, lalu beliau bersabda: “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Khadijahpun segera menyelimutinya, hingga akhirnya rasa takut beliaupun berangsur hilang. Selanjutnya beliau menceritakan kisah pertemuannya dengan Malaikat Jibril yang mendekapnya kuat-kuat sebanyak tiga kali, dan mengajarinya 5 ayat dari surat Al ‘Alaq. Dan beliaupun menumpahkan rasa khawatirnya kepada Khadijah, dengan berkata:

لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِى

“Sungguh aku mengkhawatirkan jiwaku.”

Menimpali penuturan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah sang istri tercinta berkata:

كَلاَّ وَاللَّهِ، مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِى الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ متفق عليه

“Tidak mungkin, sungguh demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau selalu menyambung tali silaturrahim, menyantuni orang lemah, memberi harta kepada orang yang tidak punya alias miskin, menjamu tamu, dan andil pada setiap kejadian baik.” (Muttafaqun ‘alaih)

Imam An Nawawi berkata: “Para ulama’ radhiallahu ‘anhum menyatakan  bahwa makna ucapan Khadijah radhiallahu ‘anha ialah: Sesungguhnya engkau tidak akan ditimpa hal buruk, karena Allah telah mengaruniakan akhlaq mulia, dan perangai terpuji yang sebagiannya ia sebutkan. Ini merupakan dalil bahwa akhlaq yang mulia dan perangai terpuji adalah penyebab terhindarnya seseorang dari bencana buruk.” (Syarah Shahih Muslim oleh Imam An Nawawi 2/202)

Demikianlah sebagian dari peranan sedekah dalam hidup anda. Nah sekarang, masih tersisakah keraguan untuk bersedekah dan berinfak di jalan Allah?

Keuntungan kelima: Penghargaan yang hakiki atas jerih payah Anda.

Saudaraku! Selama hidup di dunia ini, anda bekerja keras banting tulang, peras keringat guna mendapatkan harta kekayaan? Sudah sepatutnya bila anda diberi kesempatan untuk menikmati hasil jerih payah anda ini.

Apa pendapat dan perasaan anda, bila anda tidak berkesempatan dan bahkan tidak boleh menikmati hasil jerih payah anda mencari harta benda? Betapa kejamnya orang yang menghalangi anda dari menikmati hasil perjuangan dan pengorbanan anda mengukir kesuksesan hidup di dunia?

Coba sekali lagi anda pikirkan, bagaimanakah caranya agar anda benar-benar dapat menikmati hasil jerih payah anda?

Mungkin anda akan berkata: “Saya akan makan enak, membeli rumah megah, kendaraan mewah, pakaian indah, dan hidup serba keturutan.”

Coba kembali anda pikirkan kembali jawaban anda di atas! Benarkah dengan cara di atas anda dapat menikmati harta kekayaan hasil jerih payah anda?

Makan enak, bila kebanyakan dapat menimbulkan penyakit; kolesterol, diabetes, kanker, dan lain sebagainya. Memiliki rumah megah menjadi incaran pencuri. Mengendarai kendaraan mewah menjadi incaran perampok, bila tidak, maka sebenarnya yang paling sering menikmatinya adalah sopir pribadi anda. Dan semua itu hanya terasa sejenak dan tidak lama lagi rasa nikmat hal-hal tersebut akan sirna.

Saudaraku! Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui sahabatnya dan bertanya kepada mereka:

أَيُّكُمْ مَالُ وَارِثِهِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ

“Siapakah yang lebih mencintai harta ahli warisnya dibanding hartanya sendiri?”

Spontan seluruh sahabat menjawab pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا مِنَّا أَحَدٌ إِلاَّ مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ .

“Ya Rasulullah, setiap kita pasti lebih mencintai harta-bendanya sendiri dibanding harta-benda ahli warisnya.”

Mendengar jawaban sahabatnya ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya dengan bersabda:

فَإِنَّ مَالَهُ مَا قَدَّمَ ، وَمَالُ وَارِثِهِ مَا أَخَّرَ

“Sesungguhnya harta-bendamu ialah seluruh harta-benda yang telah engkau infakkan, sedangkan harta ahli-warimu ialah seluruh harta-benda yang ia sisakan (tabungkan).” (Riwayat Al Bukhari)

Pada hadits lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan fakta umat manusia dengan harta kekayaan mereka:

يقول ابن آدَمَ: مَالِي مَالِي قال: وَهَلْ لك يا بن آدَمَ من مَالِكَ إلاَّ ما أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أو لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أو تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ . رواه مسلم

“Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: ‘Hartaku, hartaku!’ Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadakohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)” (Riwayat Muslim)

Keuntungan keenam: Memenuhi syarat halal menikmati harta kekayaan yang melimpah.

Saudaraku, anda pasti mengetahui bahwa zakat harta benda hanyalah diwajibkan atas orang-orang kaya semata. Dan menurut syari’at Islam, orang kaya ialah orang yang memiliki harta satu nishab atau lebih dan selama satu tahun qamariyyah, hartanya itu tidak pernah berkurang dari batas minimal satu nishab.

Allah Ta’ala tidak mengizinkan kepada orang yang harta kekayaanya sebesar ini untuk menikmati hartanya kecuali setelah menunaikan kewajiban zakatnya.

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ {34} يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَـذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dahi mereka, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya, (lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.`” (Qs. At Taubah: 34-35)

Sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma menjelaskan maksud dari harta timbunan dengan berkata:

كل مال أدَّيت زكاته فليس بكنز وإن كان مدفونًا. وكل مالٍ لم تؤدَّ زكاته، فهو الكنز الذي ذكره الله في القرآن، يكوى به صاحبه، وإن لم يكن مدفونًا. رواه ابن ماجة، والبيهقي وغيرهما.

“Setiap harta yang telah ditunaikan zakatnya, maka bukan harta timbunan walaupun disimpan dengan ditimbun di bumi. Dan setiap harta yang tidak ditunaikan zakatnya, maka itulah harta timbunan yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an. Pemiliknya akn dibakar dengannya, walaupun tidak ditimbun di bumi.” (Riwayat Ibnu Majah, Al Baihaqi dan lainnya)

Ibnu Hajar Al Asqalaani berkata: “Hikmah dikembalikannya seluruh harta yang pernah ia miliki, padahal hak Allah (zakat) yang wajib ditunaikan hanyalah sebagiannya saja, adalah karena zakat yang harus ditunaikan menyatu dengan seluruh harta dan tidak dapat dibedakan. Ditambah lagi karena harta yang tidak dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tidak suci.” (Fathul Bari 3/305)

Saudaraku! Kira-kira apa perasaan anda bila kelak di hari kiamat, anda mengetahui bahwa harta benda yang selama ini anda kumpulkan, kemudian anda rawat, semuanya adalah harta timbunan, dengan demikian harta itu  akan menjadi alat untuk menyiksa tubuh anda?

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً ، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ، لَهُ زَبِيبَتَانِ، يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ – يَعْنِى شِدْقَيْهِ – ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ ، أَنَا كَنْزُكَ. ثُمَّ تَلاَ :ولاَ يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ . إلى آخر الآية. متفق عليه

“Barang siapa yang telah Allah beri harta kekayaan , lalu ia tidak menunaikan zakatnya, niscaya kelak pada hari kiamat harta kekayaannya akan diwujudkan dalam bentuk ular berkepala botak, di atas kedua matanya terdapat dua titik hita. Kelak pada hari kiamat, ular itu akan melilit lehernya, lalu dengan rahangnya ular itu menggigit tangannya, Selanjutnya ular itu berkata kepadanya: Aku adalah harta kekayaanmu, aku adalah harta timbunanmu, selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Ta’ala:

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ. آل عمران  180

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Ali Imran: 180) (Muttafaqun ‘alaih)

Bila anda tidak menginginkan hal itu menimpa diri anda, maka tunaikanlah zakatnya.

Keuntungan Ketujuh: Menebus naungan di Alam Mahsyar.

Sebagai umat Islam, anda pasti beriman kepada hari akhir dan kebangkitan. Mungkin selama ini anda sering mendengar penjelasan tentang berbagai pertanda telah dekatnya hari kiamat. Bahkan mungkin anda telah menyaksikan beberapa darinya. Akan tetapi pernahkah anda bertanya kepada diri sendiri: “Apa bekal dan persiapan yang telah aku siapkan untuk menghadapinya?”

Pada suatu hari ada seorang arab badui yang datang dan menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam guna bertanya: “Kapankah hari kiamat tiba?” Mendapat pertanyaan demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya kepadanya:

وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا ؟. متفق عليه

“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” (Muttafaqun ‘alaih)

Demikianlah saudaraku! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar umatnya memperhatikan hal yang dapat mereka lakukan, yaitu persiapan mengumpulkan bekal untuk mengahadapi kedatangan hari kiamat. Adapun urusan kapan dan bagaimana hari kiamat bangkit, maka itu adalah urusan Allah semata.

Saudaraku Mungkin saja anda berkata: mengapa saya harus mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya guna menghadapi hari kiamat?

Ketahuilah saudaraku bahwa hari kiamat adalah hari yang begitu dahsyat dan menakutkan. Anda merasa penasaran ingin mengetahui seberapa menakutkannya hari kiamat? Simaklah sedikit gambarannya:

تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ. قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ فَوَاللَّهِ مَا أَدْرِى مَا يَعْنِى بِالْمِيلِ أَمَسَافَةَ الأَرْضِ أَمِ الْمِيلَ الَّذِى تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ. قَالَ: فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِى الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا. رواه مسلم

“Kelak di hari kiamat, matahari akan didekatkan dari makhluk hingga jaraknya dari kepala mereka hanyalah satu mil. Perawi hadits ini Sulaim bin Amir berkata: Sungguh aku tidak mengathui apakah yang dimaksud dengan satu mil adalah satu mil jarak bumi ataukah yang dimaksud ialah mil yang digunakan untuk celak mata. Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Pada saat itu, keringat setiap manusia sesuai dengan kadar amalan masing-masing. Dari mereka ada yang keringatnya mencapai kedua mata kakinya, dari mereka ada pula yang keringatnya menggenang hingga mencapai pinggangnya, dan dari mereka ada pula yang terbelenggu  oleh keringatnya yang telah mencapai batas mulutnya.`” (Riwayat Muslim)

Anda dapat bayangkan betapa susah dan panasnya hari itu, yang menjadi pertanyaan: Termasuk yang manakah diri anda saudaraku? Temukan jawabannya pada dirimu wahai saudaraku!

Bila demikian adanya, apa yang telah anda persiapkan untuk menghadapinya? Dan persiapan apakah yang dapat anda lakukan guna menghadapi panasnya alam mahsyar?

Anda ingin tahu jawabannya? Temukan jawabannya pada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

كُلُّ امْرِئٍ فِى ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ. قَالَ يَزِيدُ وَكَانَ أَبُو الْخَيْرِ لاَ يُخْطِئُهُ يَوْمٌ إِلاَّ تَصَدَّقَ فِيهِ بِشَىْءٍ وَلَوْ كَعْكَةً أَوْ بَصَلَةً أَوْ كَذَا. رواه أحمد وابن خزيمة وابن حبان والطبراني وصححه الألباني

“Setiap manusia kelak akan berada di bawah naungan sedekahnya, sampai tiba saatnya Allah mengadili seluruh manusia.” Yazid perawi hadits ini mengisahkan perihal gurunya: “Itulah sebabnya mengapa dahulu Abul Khair tidaklah berlalu satu hari melainkan beliau bersedekah dengan sesuatu, walau hanya sekedar sepotong kue atau bawang atau lainnya.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, At Thabrani dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)

Demikianlah sebagian dari kegunaan zakat dan sedekah anda. Selanjutnya terserah kepada anda.

Masihkah anda merasa berat untuk menyisihkan sebagain kecil dari harta kekayaan anda untuk menebus tempat berteduh di alam mahsyar?

Keuntungan kedelapan: Zakat adalah benteng diri Anda dari api & siksa neraka.

Anda pernah menginjak puntung rokok? Atau mungkin juga mengalami luka bakar? Bagaimana rasa panasnya? Panas sekali bukan? Saya yakin anda kapok merasakannya dan tidak bermimpi untuk merasakannya kembali.

Bagaimana rasanya bila panas api yang pernah menyengat tubuh anda dilipatgandakan sebanyak tujuh puluh kali lipat?

Ketahuilah saudaraku bahwa api dunia seberapapun panasnya, maka itu hanyalah 1 : 70 dari panas neraka.

نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ. قَالُوا: وَاللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةً يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَإِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهَا مِثْلُ حَرِّهَا . متفق عليه

“Api kalian ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk membakar hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian (1/70) panasnya neraka Jahannam.” Spontan para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, sungguh demi Allah, api kita ini sudah cukup untuk menyiksa para pelaku kemaksiatan, (mengapa harus dilipat gandakan)?” Beliau menjawab: “(tidak) sesungguhnya panasnya api neraka lebih panas dibanding panas api di dunia ini sebanyak enam puluh sembilah kali.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan dinyatakan pada riwayat Imam Ahmad bahwa api dunia yang hanya 1 : 70 dari api neraka, ternyata telah dikurangi panasnya dengan dicelupkan ke dalam lautan sebanyak dua kali.

إِنَّ نَارَكُمْ هَذِهِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءاً مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ وَضُرِبَتْ بِالْبَحْرِ مَرَّتَيْنِ وَلَوْلاَ ذَلِكَ مَا جَعَلَ اللَّهُ فِيهَا مَنْفَعَةً لأَحَدٍ . رواه أحمد وغيره

“Api kalian ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk membakar hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian (1/70) panasnya neraka Jahannam, dan yang telah dikurangi panasnya dengan dicelupkan ke dalam lautan sebanyak dua kali. Andailah tidak dikurangi panasnya, niscaya tidak ada seorangpun yang dapat memanfaatkannya.” (Riwayat Ahmad dan lainnya)

Saudaraku! Coba kembali anda amati jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap pertanyaan sahabatnya di atas. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sengaja menjawab ucapan sahabatnya dengan kembali menyebutkan perbandingan antara panas api di dunia dengan panas api di neraka. Yang demikian itu untuk mengingatkan sahabatnya bahwa panasnya api dunia kurang panas untuk dijadikan siksa neraka Jahannam. Dengan dilipat gandakannya panas api neraka Jahannam maka akan terbukti bahwa siksa Allah Ta’ala lebih pedih dari siksa manusia. (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 6/334)

Saudaraku! Mungkin anda pernah berdiri di sebelah tungku pembakaran pabrik baja atau di paling tidak di belakang knalpot kendaraan anda. Apa yang anda rasakan saat itu? Padahal anda tidak bersenggolan langsung dengan sumber apinya. Bagaimana rasanya bila anda menyentuh sumber apinya secara langsung?

Itu adalah api dunia, bagaimana halnya dengan api neraka Jahannam?

Setelah anda mengetahui betapa panas api neraka, maka apa yang telah anda siapkan untuk membentengi diri anda dari sengatan dan hawa panasnya api neraka. Mungkinkah anda akan kuasa menahan penasnya suhu api neraka?

Ketahuilah saudaraku bahwa salah satu cara untuk membentengi diri andari dai panasnya api neraka dan suhunya, adalah zakat dan sedekah anda semasa di dunia. Oleh karena itu dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar anda memperbanyak sedekah guna mempersiapkan benteng dari panasnya api neraka:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ. متفق عليه

“Bentengilah diri kalian dari panasnya api neraka, yaitu dengan bersedekah walau hanya dengan separuh buah kurma.” (Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Hajar menyatakan: “Pada hadits ini terdapat anjuran untuk memperbanyak sedekah, tanpa perduli jumlahnya, banyak atau sedikit. Tidak sepantasnya anda meremehkan sedekah anda, karena sedekah walaupun sedikit dapat menjadi pelindung diri anda dari panasnya api neraka.” (Fathul Bari oleh Ibnu hajar 3/284)

Saudaraku! Apa yang akan anda lakukan setelah mengetahui peranan sedekah anda dalam menghadapi panasnya api nereka kelak di hari kiamat?

Keuntungan kesembilan: Zakat adalah gerigi kunci pintu surga.

Surga adalah impian anda semua, akan tetapi untuk dapat membuka pintunya, tentu anda harus membawa kunci yang cocok. Bila tidak, maka anda tidak akan dapat membukanya.  Di tangan anda telah tergenggam kunci surga, yang anda butuhkan sekarang ialah mencocokkan gerigi kunci anda dengan lubang pintu surga. Bila ternyata gerigi kunci anda cocok, maka anda akan berhasil membukanya, dan bila ternyata gerigi kunci anda kurang sehingga tidak cocok, maka pintu surgapun tidak mungkin anda buka.

Pada suatu hari ada seseorang yang bertanya kepada Wahab bin Munabbih:

أَلَيْسَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: بَلَى، وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلاَّ لَهُ أَسْنَانٌ ، فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ أَسْنَانٌ فُتِحَ لَكَ ، وَإِلاَّ لَمْ يُفْتَحْ لَكَ

“Bukankah syahadat la ilaaha illallah (Tiada sesembahan yang layak diibadahi selain Allah) adalah kunci surga?” Wahab bin Munabbihpun menjawab: “Benar, akan tetapi bukankah setiap kunci memiliki gerigi? Bila engkau datang dengan membawa kunci yang memiliki gerigi yang cocok, niscaya akan dibukakan pintu surga, bila tidak, maka tidak akan dibukakan pintu surga untukmu.” (Riwayat Bukhari)

Saudaraku, anda ingin tahu apa gerigi kunci surga? Simaklah jawabannya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَصَلَّوْا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَحُجُّوا بَيْتَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاتَكُمْ طَيِّبَةً بِهَا أَنْفُسُكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ. رواه أحمد وغيره

“Hendaknya engkau beribadah kepada Tuhanmu, dirikanlah sholat lima waktu, puasalah pada bulan ramadhan, tunaikanlah haji ke Baitullah, bayarlah zakat dengan hati yang tulus, niscaya engkau berhasil masuk surga Tuhan kalian Yang Maha Mulia lagi Maha Agung.” (Riwayat Ahmad dan lainnya)

Penutup

Saudaraku, bila sekarang ini anda merasa terpanggil untuk segera membayarkan zakat harta kekayaan anda, maka berikut beberapa poin penting yang seyogyanya anda ketahui:

Poin pertama: Ketahuilah bahwa kaum fakir miskin telah berjasa kepada anda karena telah bersedia menerima zakat anda.

تَصَدَّقُوا فَإِنَّهُ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ يَمْشِى الرَّجُلُ بِصَدَقَتِهِ ، فَلاَ يَجِدُ مَنْ يَقْبَلُهَا يَقُولُ الرَّجُلُ لَوْ جِئْتَ بِهَا بِالأَمْسِ لَقَبِلْتُهَا ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَلاَ حَاجَةَ لِى بِهَا. متفق عليه

“Bersegeralah membayar zakat, karena tidak lama lagi akan datang suatu masa, padanya seseorang akan berkeliling-liling membawa sedekahnya, akan tetapi ia tidak juga mendapatkan orang yang sudi menerima sedekahnya. Setiap orang yang ia temui berkata kepadanya: Andai kemarin engkau membawa zakatmu ini kepadaku, niscaya aku menerimanya, adapun sekarang, maka aku tidak butuh kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Poin kedua: Nishab zakat harta kekayaan.

عن علي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: إذا كانت لك مائتا درهم وحال عليها الحول، ففيها خمسة دراهم، وليس عليك شيء يعني في الذهب حتى يكون لك عشرون دينارا، فإذا كان لك عشرون دينارا، وحال عليها الحول ففيها نصف دينار، فما زاد فبحساب ذلك. رواه أبو داود وصححه الألباني

Dari sahabat Ali radhiallahu ‘anhu, ia meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Bila engkau memiliki dua ratus dirham, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.” (Riwayat Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albani)

عن أبي سَعِيدٍ رضي الله عنه يقول: قال النبي صلى الله عليه و سلم : ليس فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ. متفق عليه

Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan pada hadits riwayat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, dinyatakan:

وفي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْر. رواه البخاري

“Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperdua puluh (2,5 %).” (Riwayat Al Bukhari)

Hadits-hadits di atas adalah sebagian dalil tentang penentuan nishab zakat emas dan perak, dan darinya kita dapat simpulkan beberapa hal:

  1. Nishab adalah batas minimal dari harta zakat yang bila seseorang telah memiliki harta sebesar itu, maka ia wajib untuk mengeluarkan zakat. Dengan demikian, batasan nishab hanya diperlukan oleh orang yang hartanya sedikit, untuk mengetahui apakah dirinya telah berkewajiban membayar zakat atau belum. Adapun orang yang memiliki emas dan perak dalam jumlah besar, maka ia tidak lagi perlu untuk mengetahui batasan nishab, karena sudah dapat dipastikan bahwa ia telah berkewajiban membayar zakat. Oleh karena itu pada hadits riwayat Ali radhiallahu ‘ahu di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:  “Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.”
  2. Nishab emas, adalah 20 (dua puluh) dinar, atau seberat 91,3/7 gram emas. [1]
  3. Nishab perak, yaitu sebanyak 5 (lima) uqiyah, atau seberat 595 gram. [2]
  4. Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak bila telah mencapai nishab adalah 1/40 atau 2,5 %.
  5. Perlu diingat bahwa yang dijadikan batasan nishab emas dan perak di atas adalah emas dan perak murni (24 karat) [3]. Dengan demikian, bila seseorang memiliki emas yang tidak murni, misalnya emas 18 karat, maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishab emas yang murni (24 karat), yaitu dengan cara membandingkan harga jualnya, atau dengan bertanya kepada toko emas atau ahli emas, tentang kadar emas yang ia miliki. Bila kadar emas yang ia miliki telah mencapai nishab, maka ia wajib membayar zakatnya, dan bila belum, maka ia belum berkewajiban untuk membayar zakat.

Orang yang hendak membayar zakat emas atau perak yang ia miliki, maka ia dibolehkan untuk memilih satu dari dua cara berikut:

Cara pertama: Membeli emas atau perak sebesar zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada yang berhak menerimanya.

Cara kedua: Ia membayarnya dengan uang kertas yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu.

Perlu diketahui, bahwa batasan nishab ini hanya perlu diketahui oleh orang yang harta bendanya berjumlah sedikit. Adapun orang yang hartanya melimpah ruah, maka tidak mengapa bila ia tidak mengetahui batasan nishab. Ia dapat langsung mengambil 1/40 atau 2,5% dari total harta kekayaannya dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Poin ketiga: Nishab uang disatukan dengan nishab emas atau perak.

Para ulama’ menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya. (Maqalaat Al Mutanawwi’ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/125.)

Berdasarkan pemaparan di atas, bila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp 10.000.000, dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp 13.000.000, sedangkan harga 1 gram emas adalah Rp 200.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5%. Walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai  nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya mencapai nishab.

Poin keempat: Ketahuilah siapa saja yang berhak menerima zakat Anda.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. التوبة 60

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana.” (Qs. At Taubah: 60)

Dengan demikian, anda tidak dibenarkan untuk memberikan zakat anda selain kepada orang yang memenuhi salah satu dari kedelapan kriteria penerima zakat di atas.

Pada suatu hari datang dua orang lelaki menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam guna meminta bagian dari harta zakat. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangi kedua lelaki itu dengan seksama, dan beliau mendapatkan keduanya kuat perkasa. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنْ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا وَلاَ حَظَّ فِيهَا لِغَنِىٍّ وَلاَ لِقَوِىٍّ مُكْتَسِبٍ. رواه أحمد وأبو داود وغيرهما

“Bila engkau berdua tetap mengehendaki, maka akan aku berikan bagian darinya, akan tetapi ketahuilah bahwa orang yang kaya dan juga orang yang kuat lagi mampu bekerja tidak memiliki hak sedikitpun untuk turut menerimanya.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)

Semoga pemaparan singkat ini dapat membuka lembaran baru dalam kehidupan anda, sehingga zakat benar-benar mewarnai kehidupan anda. Wallahu a’alam bisshawab.

Footnote:

[1] Penentuan nishab emas dengan 91,3/7 gram, berdasarkan keputusan Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia no: 5522. Adapun Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, maka beliau menyatakan bahwa nishab zakat emas adalah 85 gram, sebagaimana beliau tegaskan dalam bukunya: Majmu’ Fatawa wa Rasaa’il 18/130, & 133.

[2] Penentuan nishab perak dengan 595 gram, berdasarkan penjelasan syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin pada berbagai kitab beliau, diantaranya Majmu’ Fatawa wa Rasaail beliau 18/141.

[3] Baca Subulus Salaam oleh As Shan’ani 2/129.

***

Artikel www.pengusahamuslim.com

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/1175-saatnya-mengeluarkan-zakat-dari-penghasilan.html